body { margin:0; font-family:Droid Serif; background:#fafafa; line-height:1.5; cursor:default; } section { box-shadow:0 2px 5px rgba(0,0,0,0.2); background:#fff; width:60%; margin:100px auto; padding:50px; } blockquote { text-align:center; font-size:20px; border-top:1px solid #ccc; border-bottom:1px solid #ccc; position:relative; quotes: "\201C""\201D""\2018""\2019"; } blockquote:after { color:#ccc; font-family:Source Sans Pro; content: open-quote; font-size:80px; position:absolute; left:50%; bottom:calc(100% - 20px); background:#fff; height:55px; width: 55px; line-height:normal; text-align:center; transform:translateX(-50%); } blockquote p { padding:20px; }

Minggu, 16 September 2018

A Book Store



Tempat aku mengajar sekarang sebenarnya adalah tempat aku belajar dulu. Di gedung bertingkat dua dengan warna khas biru-orens, aku belajar Bahasa Inggris dan kursus komputer di sana dengan mengambil program 1 tahun. Kegiatan yang -sok- super sibuk itu aku jalani waktu masih SMA. Tepatnya kelas 2 SMA. Pulang sekolah jam 12.30, les komputer jam 14.00-16.00, dan jam 17.00-18.30 aku les bahasa Inggris. Memang nggak setiap hari. Seminggu cuma 3 kali dan aku ambil di hari Senin-Rabu-Jum'at. Dari pulang les komputer itu aku nggak pulang ke rumah, rasanya nanggung aja gitu, sejam doang kan? Waktu satu jam itu aku manfaatin  buat sholat ashar tentunya, wkwk pamer, terus nongkrong di toko buku. Toko buku itu kebetulan gandengan sama tempat aku kursus ini. Bisa dilalui sambil tiduran. Guling-guling gitu.

Toko buku itu belum lama buka. Maksudnya, pertama kali aku les, toko buku itu masih berupa warnet. Entah kenapa tiba-tiba jadi toko buku. Penjaga toko buku itu kalau aku nggak salah ingat, ada  tiga orang, 2 cewek, 1 cowok. Di lain waktu aku bakal tulis tentang buku-buku yang aku beli ya. Karena sangat-sangat-sangat ada hubungannya dengan toko buku ini. Toko buku ini sering jual buku-buku return gitu. Aku kan masih anak sekolah ya, jadi aku seneng aja gitu beli yang murah meriah. 
Aku jadi makin betah di situ. Penjaganya baik, padahal aku kadang cuma liat-liat doang nggak beli. Atau aku kadang catet judul-judul buku yang aku pengen beli. Nggak lama setelah itu, penjaganya tinggal satu orang, cewek, cantik.

"Kak, abang sama kakak yang satu lagi kemana?"
"Oh, kalau abang itu yang punya toko jadi dia cuma sesekali aja ke sini. Kalau kakak yang satu lagi itu, jaganya pagi."
"Oh gitu. Aku boleh nggak kak kalau pulang les komputer duduk-duduk sambil baca-baca buku yang nggak dibungkus di sini?"
"Boleh lah. Kakak pun nggak ada kawan di sini, Dek. Biar ada kawan kakak cerita."

Besoknya, aku disediain bangku sama kakak itu. Kalau sehari nggak datang dia nanyain aku di hari berikutnya. Tiba-tiba aja aku liat ada buku-buku baru. Maksudnya, baru dibuka lagi bungkusnya. Hahaha. Aku lupa buku siapa aja, yang aku ingat cuma buku Tere Liye (Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin) sama buku Dee (Madre). 

Wah penulisnya orang India. Pasti cewek! Pas baca bab pertama, langsung jatuh cinta gitu. Sampai aku bolos lima belas menit dari les bahasa Inggris. Abisnya si kakak walaupun baik, masih belum percaya gitu sama aku kalau bukunya mau aku pinjem dan baca di rumah.
"Boleh aku baca, Kak?"
"Boleh lah."
"Baca di rumah boleh, Kak?"
"Jangan lah, Dek. Di sini aja."
"Ya udah, Kak, nanti aku lanjutin lagi ya?"

Aku lupa hari Senin, Rabu atau Jum'at si kakak itu ngasih SIM (Surat Ijin Meminjam) hahaha.

"Dek, kau pendiam ya?"
"Apa pulak. Kakak nggak tau aja aku kayak mana di sekolah."
"Diam aja kau kakak tengok. Ada ini kawan kakak, cowok, baik lho, Dek. Kuliah dia. Kau masih sekolah kan? Cocok kelen."
"Gila kakak ini." (Dalam hati senang juga. Bhahaha)
"Tapi kalau nggak mau kau, ya udah deh, kakak nggak maksa."
Ah, kambing, niat nggak sih? Wkwkwk.
"Udah lha, Kak. Yang penting aku masih boleh di sini kan?"
"Boleh lha, Dek."
"Ih, seru kali ceritanya, Kak. Sampe mau nangis aku," kataku semacam kode.
"Kenapa memangnya?"
"Mamaknya meninggal, Kak. Ish, tanggung kali, 15 menit lagi bel pulak."
"Ya udah lha. Kau bawa pulang aja. Tapi kalau udah siap (selesai-red) kau balikin ya."
"Ih, betul lha kakak?"
"Iya lho, Dek."
"Makasih ya, Kak. Terbaik lha, kakak ini memang."

Dari mulai baca novel itu lah aku tau Tere Liye dan Dee Lestari. Aku jadi pengen ngumpulin semua novel-novelnya Tere Liye. Juga aku rajin baca e-book-nya. Sampai suatu saat aku tau ternyata Tere Liye itu adalah seorang lelaki. Sudah beristri pula. Hikz! 
Di rumah, aku ada beberapa bukunya.
- Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Aku beli di kampus. Original. Dan ada tanda tangannya waktu aku menghadiri Workshopnya di kampus USU)
- Bumi (Aku beli di depan kampus. Bajakan. Pantesan murah!)
- Sunset Bersama Rosie (Bajakan juga)
- Negeri Para Bedebah (Nah, ini ceritanya panjang kenapa bisa sampai rumah dan berjajar bersama buku lainnya.)
- Pulang (Bajakan. Aku beli di toko online karena harganya murah bingitz)

Ngomong-ngomong soal Toko Buku itu, kayaknya sih sekarang udah tutup. Jadi tempat Bimbel gitu. Aku udah nggak pernah lagi ke sana karena waktu itu masa kursus program satu tahunku udah habis. Jadi, hanya datang ke tempat kursus di jam les bahasa Inggris aja. Jam 5. Lagian si kakak itu udah nggak jaga toko itu lagi. Nggak seru.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar