Aku sering bercanda sama temen-temen tentang nikah. Mulai dari kapan nikah, nikah sama siapa dan mau punya anak berapa.
"Pokoknya abis wisuda aku nikah,"
"Iya, nanti kalau Dilan ng-lamar aku,"
"Punya banyak anak. Biar banyak yang doain,"
Sebenarnya takut juga kalau benar-benar ada yang datang melamar. Belum siap. Belum punya banyak ilmu tentang berumah tangga. Juga belum bawa mamak jalan-jalan jauh naik pesawat.
Lagi pula, karena keseringan nonton drama di siaran yang 'itu', aku jadi takut nikah. Bagaimana kalau nanti kehidupanku seperti Mbak itu, yang diselingkuhi suaminya, bagaimana kalau nanti rumah tanggaku tidak baik-baik saja karena tidak mendengarkan nasihat orangtua tentang pasangan yang baik dan bertanggungjawab. Juga, bagaimana ya nantinya aku menyatukan dua keluarga yang sebelumnya tidak saling mengenal?
Selain drama-drama itu, aku juga sering dibuat takut sama berita-berita di koran, internet, televisi, juga gosip-gosip tetangga:
"Kasian istrinya, suaminya main judi terus,"
"Liat itu anaknya, kayak nggak diurus, mamaknya sibuk kerja, bapaknya sibuk main cewek,"
"Si anu udah nikah ya? Harusnya dia masih sekolah. Mungkin dia pikir berumah tangga itu enak,"
Ya memang nggak semua rumah tangga itu buruk terus, mengalami konflik terus. Tapi ya nggak juga berjalan mulus terus kayak pantat bayi. Bahkan, di dalam rumah tangga, Rasulullah SAW juga pernah bertengkar dengan Aisyah r.a, yang kemudian pertengkaran itu berakhir romantis:
"Diriwayatkan dalam sebuah kisah bahwa Rasulullah pernah ada perasaan marah kepada Aisyah (istri Rasulullah) akibat terus menerus cemburu pada Khadijah (istri pertama Rasulullah yang pada waktu itu telah meninggal dunia), kemudian beliau berkata dan memerintahkan kepada Aisyah “Tutuplah matamu”. Maka Aisyah pun menutup matanya. Ketika dalam posisi tersebut beliau mendekat dan memeluk Aisyah sambil berkata “Ya Humaira ku, marahku telah pergi setelah aku memelukmu”.(HR Muslim)."
Rumah tangga seperti itu, apakah masih ada saat ini? Jika iya, maka betapa beruntungnya orang-orang itu.
Karena apa? Karena aku sendiri telah melihat berulang-ulang kejadian serupa. Aku melihat dan merasakan dari dekat. Keluargaku sendiri. Mengerikan. Di sini aku tidak akan menceritakan apa yang terjadi di keluargaku. Aku cuma ingin menegaskan bahwa ketakutanku berumah tangga bukan tanpa alasan.
Dari beberapa saudaraku, salah satu abangku kujadikan panutan kelak bila aku berumah tangga. Dia begitu rapi menyimpan segala bentuk pertengkarannya dengan istrinya. Istrinya pun demikian. Seolah-olah mereka menghapus pernyataan orang-orang tentang, "Kalau sudah menikah, harus tinggal jauh dari keluarga kedua belah pihak. Agar wangi."
Tapi abangku dan kakak iparku, walau tinggal di rumah yang tidak jauh dari rumah kami dan bisa dilalui dengan jalan kaki, mereka tetap bisa menimbulkan aroma wangi. Sampai suatu hari aku pernah bilang ke mamak;
"Kalau aku nikah, Mak, aku pengen rumah tanggaku kayak Bang Mhd. T."
Lalu, apakah solusi dari rasa takut ini?
Ta'aruf. Ya, Ta'aruf. Itu yang ada di pikiranku waktu aku mulai istiqomah berhijab. Yaitu ketika awal-awal masuk kuliah. Tapi mamak nggak pernah mendukung hal semacam itu. Katanya,
"Harus mengenal pasangan dengan baik. Kenalan yang bukan hanya sekali-dua tatap muka."
"Pokoknya aku mau Ta'aruf, Mak."
"Ya terserah."
Sampai pada beberapa bulan berikutnya aku dengar kejadian dari tetanggaku. Dia guru di sebuah TK di komplekku. Aku bahkan pernah diajarinya mengaji. Dia dinikahi oleh seorang lelaki yang dikenalnya di sosial media. Baru kenal beberapa bulan sudah dinikahi. Alasan si guru ini adalah dia ingin Ta'aruf bukan pacaran. Ditemui oleh lelaki itu sekali atau dua kali, kemudian mereka resmi menikah. Tidak sampai setahun sudah bercerai. Yang mengerikan, si suami ini meninggalkannya tanpa kabar. Sampai si istrinya sakit padahal sedang mengandung, belum sempat dilahirkan, anaknya sudah meninggal.
Aku ngeri dengar kabar itu. Aku juga berpikir, masa bisa langsung percaya sama orang yang belum lama dikenal? Lama-lama aku mengurungkan niatku untuk Ta'aruf. Tapi sebelumnya aku minta maaf, maaf banget, bukan aku bermaksud untuk menjelekkan konsep Ta'aruf itu sendiri karena aku tau, masih banyak di luar sana orang-orang yang rumah tangganya harmonis karena Ta'aruf. Juga aku yakin, mamak nggak setuju dengan Ta'aruf bukan karena ingin anaknya berbuat maksiat. Mana ada sih orangtua yang tega menjerumuskan anaknya? Maksud mamak pasti baik, beliau ingin aku tidak salah pilih pasangan. Ingin yang terbaik untuk anaknya yang lucu ini. Wkwkwk.
Dan yang paling sering kudengar,
"Jangan liat cowok dari gantengnya."
Hahaha. Aku tanya, mamak kenapa nasihatnya itu-itu aja?
Terus jawabnya, "Karena kau kalau liat laki-laki ganteng di tv langsung kau puja-puji."
Ih, padahal kan cuma muji, belum tentu kan mereka yang ganteng itu mau sama aku? 😅😅
Yah pokoknya gitu deh. Kalau tulisan ini nggak jelas kemana arahnya, ya jelas-jelasin aja. 😆
UIN-SU, September 7th, 2018
Jangan liat cowok dari tampangnya, tapi dari kantongnya. Hehe
BalasHapus