Kamis, 17 Oktober 2019
Pilih Kasih
Pernah ngga sih sebel sama orang yang suka pilih kasih? Yang kasih sayangnya itu ke kita beda kayak ke orang lain. Maksudku, kayak yang apa ya, dibedain gitu lah, porsi sayangnya ke kita dikit. Dan aku itu adalah orang yang kesel banget kalau ada yang pilih kasih gitu. Apalagi kalau yang pilih kasih itu guru, sakit banget rasanya. Ya aku juga nggak tau ya apa guru itu memang pilih kasih atau aku doang yang merasa bagitu. Tapi, aku rasa sih emang pilih kasih dan itu menyakitkan.
Pernah waktu SD, aku itu punya beberapa temen yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Yang cantik-cantik ini ada lima orang, dan selalu diperhatiin guru. Memang sih mereka itu lebih pinter dari aku ya. Terus mereka juga perangkat kelas. Jadi emang lebih diperhatiin gitu deh. Kalau misalnya ada lomba ini-itu, yang pertama dikasih kabar ya mereka. Padahal, menurutku, siswa-siswi lain juga pasti punya peluang buat menang. Juga kalau lagi belajar tuh, kalau aku dan beberapa teman dekatku nanya sesuat yang kurang jelas, respone guruku nggak sehangat kaya respne beliau ke temenku yang perangkat-perangkat kelas itu.
Barangkali memang begitu, kita harus menampilkan sesuatu yang bisa dilihat orang agar dianggap ada dan hidup di bumi ini. Menjadi orang yang biasa-biasa saja ya bakal dapat respone yang juga biasa. Harus beda, harus menonjol dan menarik. Perlahan-lahan aku sadar bahwa mungkin itu cuma perasaanku doang, aku yang nggak merasa dapat kasih sayang yang sama dari guruku. Sebab, waktu aku SMP, beberapa hal menjadi sedikit lebih baik. Aku mulai berani menampilkan diri, berani keluar dari persembunyianku semasa SD. Aku mulai aktif bertanya sama guru. Selalu duduk pas banget di depan meja guru. Waktu itu di sekolahku, meja guru nempel sama salah satu meja murid yang paling depan. Jadi aku merasa dekat dengan guru-guruku dan merasa diperhatikan. Dan memang perhatian guru ke aku itu lebih dari temen-temen yang lain. Ya, karena adanya sesuatu yang kuberikan, jadi juara kelas misalnya. Hehehe. Begitu juga sampai aku SMA.
Jadi, semenjak SMA, aku sedikit merasa lebih baik dan menerima kalau ada guru yang ngasih perhatian lebih ke temenku. Aku lihat dia punya potensi, punya sesuatu yang ditonjolkan. Kayak gitu. Karena sebaliknya, ketika aku menampikan diriku, guru itu juga ngasih perhatian ke aku. Dan ketika aku udah tamat kulah gini, udah mulai ngajar les di salah satu tempat kursus di kota Medan, aku melakuan hal yang sama sebagai seorang guru. Aku cenderung memberi perhatian lebih ke murid yang sedikit menonjol dalam bidang akademik atau hal lainnya. Kadang-kadang aku merasa bersalah juga walau murid lainnya nggak pernah komplain. Sampai pada akhirnya, kemarin sesuatu terjadi di kelasku. Wkwkwk.
Jadi gini, aku sekarang ngajar Bahasa Inggris di level Primary Three, sekedar informasi aja, tempat kursusku ini setiap semester itu kayak kenaikan kelas gitu, jadi setiap guru dikasih kelas berbeda tiap semesternya. Di kelas Primary Three ini, aku punya 14 murid. Ada salah satu muridku, cowok, namanya Abel. Di sekolah, dia ini masih kelas 3 SMP. Abel cukup aktif, kritis dan punya hobi yang sama kayak aku: nonton film Hollywood. Hahaha. Dia suka nanya dan nawarin fim apa yang mau aku tonton, soalnya bapak Abel juga hobi nonton film Hollywood tema action dan thriller gitu. Makanya aku sering minta film sama dia. Sering ngobrol sama dia soal film. Dia masih SMP, tapi suka nonton film dokumenter. Aku merasa se-frekuensi. Wkwkwkwk
Ternyata eh ternyata, hahaha, ada 3 murid cewe yang nggak suka liat si Abel ini. Sebenernya udah lama ini kuperhatikan. Tiga cewe ini sebelumnya bukan murid di kelas si Abel ini. Mereka dari kelas lain, kayak dipindahin gitu. Terus kemarin aku tanya,
"Kalian kenapa sih? Miss ngerasa kalau kalian nggak suka sama Abel. Apa ada masalah? Coba cerita sama Miss."
Salah satu dari mereka bertiga jawab,
"Nggak suka kami, Miss. Dia suka cari perhatian sama Miss, suka banyak ngobrol. Miss juga lebih perhatian ke dia."
Aku sakit banget rasanya digituin. Maksudnya, aku merasa sakit kalau muridku merasa kusakiti. Jadi aku ketawa aja, terus kubilang gini,
"Coba kalian tanya sama teman-teman yang udah lama sama Abel. Dia emang orangnya caper sama semua guru atau cuma sama Miss doang?"
Si Abelnya senyum-senyum aja, si cewe yang tiga ini diem. Terus aku tanya sama temen-temennya si Abel yang udah lama sekelas sama dia. Salah satu dari mereka, cewek, namanya Trisna, dia ngomong gini ke mereka bertiga,
"Abel ini dari dulu emang suka ngobrol sama guru. Suka banyak nanya. Terus sekarang ini, kebetulan hobi mereka berdua sama. Sama-sama suka nonton film dan anime."
Aku langsung ngakak banget, seneng karena ada yang bisa memahami, sedih karena aku merasa gagal berbagi kasih sayang ke mereka. Harusnya aku belajar untuk nggak seperti itu. Mau gimana pun hobiku, nggak seharusnya aku terkesan mengabaian mereka. Oke teman-teman lamanya bisa paham, tapi yang cewek bertiga ini, yang aku kira aku udah memberi kasih sayang yang sama, ternyata selama ini merasa tersakiti. Ya ampun, maafin Miss ya. Huhuhu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ajarin q bahasa inggris juga dong. Hehee
BalasHapusini juga yang aku coba terapkan. memandang anak sama rata saat ngajar.
BalasHapusBetul betul betul.. Suka kesal kadang sama guru yang pilih kasih
BalasHapusAku juga sering merasa guru pilih kasih, meski sadar diri kalo aku ini pasif bgt dulunya. Lalu ada satu guruku bilang, deketin orang diem lebih sulit dari yg banyak tingkah. Mungkin itulah mengapa guru lebih perhatian kepada anak yg menonjol.
BalasHapusSemangat, Miss.
BalasHapusTernyata selalu ada saja yang cemburu dan merasa terabaikan, yaaa😬
Nah...padahal tiap anak nggak bisa disamakan, semangat nggak pilih kasih ya
BalasHapusBetul betul betul😂 aku juga kadang ngerasa kalo aku udah adil ga ya sama temen
BalasHapusIya tidak mudah lho hal itu, Apalagi anak kecil peka banget mereka,
BalasHapus