body { margin:0; font-family:Droid Serif; background:#fafafa; line-height:1.5; cursor:default; } section { box-shadow:0 2px 5px rgba(0,0,0,0.2); background:#fff; width:60%; margin:100px auto; padding:50px; } blockquote { text-align:center; font-size:20px; border-top:1px solid #ccc; border-bottom:1px solid #ccc; position:relative; quotes: "\201C""\201D""\2018""\2019"; } blockquote:after { color:#ccc; font-family:Source Sans Pro; content: open-quote; font-size:80px; position:absolute; left:50%; bottom:calc(100% - 20px); background:#fff; height:55px; width: 55px; line-height:normal; text-align:center; transform:translateX(-50%); } blockquote p { padding:20px; }

Senin, 24 September 2018

Cinta


"Cinta itu perang, yakni perang yang hebat dalam rohani manusia. Jika ia menang, akan didapati orang yang tulus ikhlas, luas pikiran, sabar & tenang hati. Jika ia kalah, akan didapati orang yang putus asa, sesat, lemah hati, kecil perasaan dan bahkan kadang-kadang hilang kepercayaan pada diri sendiri." ~Buya Hamka
 
Aku mau coba memahami dan memberi pemahaman pada diriku sendiri tentang "Cinta itu perang" yang dimaksud oleh Buya Hamka. Aku akan mengambil dari pengalamanku sendiri tentang cinta yang membuatku kalah. Aku pernah mencintai seseorang sebegitu dalamnya. Aku merasa bahwa hanya dia saja yang mampu memahami aku, keadaanku, susahku juga senangku. Aku akan merasa kecil jika aku mendapatinya dengan perempuan lain. Aku akan merasa tidak percaya diri saat dia menceritakan kebaikan-kebaikan orang-orang di sekitarnya. Aku terus berpikir apakah aku ini termasuk orang baik itu atau aku hanya seorang perempuan yang tidak berguna?

Aku menyayanginya. Begitulah. Kata orang, "Ketika jatuh cinta, nalar dan hati sulit harmoni" dan benar. Hatiku sungguh mencintainya tapi nalarku tidak bekerja dengan baik. Seharusnya aku sadar bahwa sebenarnya laki-laki seusia dia tentu masih memiliki pilihan lain selain aku, kecuali kalau dia benar-benar lelaki baik yang memberi keyakinan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa menjaga dirinya juga hatinya.  Dia menjauh kemudian menghilang.

Saat itu aku benar-benar merasa dalam kesulitan dan kegundahan hati. Aku benar-benar kalah. Buya Hamka benar, kekalahan dalam cinta telah membawaku pada rasa putus asa. Aku sulit berkonsentrasi dalam menyelesaikan segala urusanku. Aku merasa segala hal yang aku lakukan tidak berarti. Yang aku tahu adalah jika aku tidak bersama dengan dirinya maka apapun yang aku lakukan sesungguhnya adalah sesuatu yang sama sekali tidak berguna.

Aku juga merasa sesat. Perasaan hanya dia saja yang mampu membersamaiku dan membawa kebahagian bagiku  telah membuatku menjauh dari orang-orang yang menyayangiku dan ingin menemaniku. Bagiku hanya dia sajalah yang bisa memahamiku. Aku sungguh kalah dan aku membenci kekalahan itu meski sekarang aku sudah tidak lagi bergantung pada dirinya. Aku sudah bahagia sekarang dan mengingatnya hanya akan menjadi bahan tulisan bukan lagi kenangan yang harus diingat dan disesalkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar