Aku mau coba memahami dan
memberi pemahaman pada diriku sendiri tentang "Cinta itu perang" yang
dimaksud oleh Buya Hamka. Aku akan mengambil dari pengalamanku sendiri tentang
cinta yang membuatku kalah. Aku pernah mencintai seseorang sebegitu dalamnya.
Aku merasa bahwa hanya dia saja yang mampu memahami aku, keadaanku, susahku
juga senangku. Aku akan merasa kecil jika aku mendapatinya dengan perempuan
lain. Aku akan merasa tidak percaya diri saat dia menceritakan
kebaikan-kebaikan orang-orang di sekitarnya. Aku terus berpikir apakah aku ini
termasuk orang baik itu atau aku hanya seorang perempuan yang tidak berguna?
Aku menyayanginya. Begitulah.
Kata orang, "Ketika jatuh cinta, nalar dan hati sulit harmoni" dan
benar. Hatiku sungguh mencintainya tapi nalarku tidak bekerja dengan baik.
Seharusnya aku sadar bahwa sebenarnya laki-laki seusia dia tentu masih memiliki
pilihan lain selain aku, kecuali kalau dia benar-benar lelaki baik yang memberi
keyakinan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa menjaga dirinya juga
hatinya. Dia menjauh kemudian menghilang.
Saat itu aku benar-benar merasa dalam kesulitan dan kegundahan
hati. Aku benar-benar kalah. Buya Hamka benar, kekalahan dalam cinta telah
membawaku pada rasa putus asa. Aku sulit berkonsentrasi dalam menyelesaikan
segala urusanku. Aku merasa segala hal yang aku lakukan tidak berarti. Yang aku
tahu adalah jika aku tidak bersama dengan dirinya maka apapun yang aku lakukan
sesungguhnya adalah sesuatu yang sama sekali tidak berguna.
Aku juga merasa sesat. Perasaan hanya dia saja yang mampu
membersamaiku dan membawa kebahagian bagiku telah membuatku menjauh dari orang-orang yang
menyayangiku dan ingin menemaniku. Bagiku hanya dia sajalah yang bisa memahamiku.
Aku sungguh kalah dan aku membenci kekalahan itu meski sekarang aku sudah tidak
lagi bergantung pada dirinya. Aku sudah bahagia sekarang dan mengingatnya hanya
akan menjadi bahan tulisan bukan lagi kenangan yang harus diingat dan
disesalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar