body { margin:0; font-family:Droid Serif; background:#fafafa; line-height:1.5; cursor:default; } section { box-shadow:0 2px 5px rgba(0,0,0,0.2); background:#fff; width:60%; margin:100px auto; padding:50px; } blockquote { text-align:center; font-size:20px; border-top:1px solid #ccc; border-bottom:1px solid #ccc; position:relative; quotes: "\201C""\201D""\2018""\2019"; } blockquote:after { color:#ccc; font-family:Source Sans Pro; content: open-quote; font-size:80px; position:absolute; left:50%; bottom:calc(100% - 20px); background:#fff; height:55px; width: 55px; line-height:normal; text-align:center; transform:translateX(-50%); } blockquote p { padding:20px; }

Selasa, 22 Januari 2019

Letter to Mira (11)

Nah, benar kan, Mir? Bahwa aku akan lebih banyak melihat sesuatu yang membuat sakit, sesak dan menderita? Benar kan? Wkwk

Sampai kapan ini, Mira? Apa ke depannya akan ada hal-hal yang lebih parah dan menyakitkan dari ini? 

Kenapa sih aku selalu menjadi manusia bodoh setiap kali mencintai seseorang? Dan kenapa pula belum kutemui seseorang yang mencintaiku sebagaimana aku mencintai dirinya?

Sampai kapan aku bertahan seperti ini, Mira? Apa aku sudah memperlakukan diriku dengan baik sebagaimana semestinya? Salahkah aku, Mira, mencintai seseorang yang mungkin tak mencintaiku lagi?

Mira, Mira, kenapa pula tak pernah kau jawab surat-suratku? 


Medan, 22 Januari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar