body { margin:0; font-family:Droid Serif; background:#fafafa; line-height:1.5; cursor:default; } section { box-shadow:0 2px 5px rgba(0,0,0,0.2); background:#fff; width:60%; margin:100px auto; padding:50px; } blockquote { text-align:center; font-size:20px; border-top:1px solid #ccc; border-bottom:1px solid #ccc; position:relative; quotes: "\201C""\201D""\2018""\2019"; } blockquote:after { color:#ccc; font-family:Source Sans Pro; content: open-quote; font-size:80px; position:absolute; left:50%; bottom:calc(100% - 20px); background:#fff; height:55px; width: 55px; line-height:normal; text-align:center; transform:translateX(-50%); } blockquote p { padding:20px; }

Minggu, 27 Januari 2019

Letter to Mira (12)

Gini banget sih yang harus aku tanggung, Mir. Capek akunya. Hihihi

Apa aku minta ke Tuhan aja ya buat buang perasaan ini jauh-jauh. Biar ngga ada lagi yang aku sayangi. Biar ngga ada lagi yang bisa nyakitin hati aku karena rasa sayang aku ini.

Kalau ini emang hukuman buat aku, ya sudah biar aku jalani. Tapi mau sampai kapan, Mira?
Kan aku juga wanita. Apa berlebihan kalau aku cemburu dan khawatir?

Malem ini, wkwkwk, mungkin bakal jadi terakhir kalinya bagiku untuk minta tolong ke dia. Bayangin, bayangin sakitnya saat dia dengan senang hati nolong dan jagain orang lain yang sakit, perempuan pula. Tapi nggak berlaku ke aku. 
Ya sudah kalau begitu. Mungkin memang nasibku begini. Benar-benar tidak sabar untuk mendapati momen baik dalam hidup. Tanpa harus khawatir, lemah dan merasa tersakiti.

I'm done, Mira.


Medan, 27 Januari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar