Jumat, 13 September 2019
Orangtua
Beberapa waktu lalu, aku meminta murid-muridku menulis segala apa yang mengganjal di hatinya. Beberapa murid bercerita padaku (lewat tulisan) tentang bagaimana orangtuanya memperlakukannya di rumah. Teriakan, makian, nasehat yang lebih kepada menghakimi dan menyalahkan, dirasa sangat mengganggu jiwanya. Masalah umum yang kudapati:
"Bisa saja saya melakukan apa yang diminta orangtua, tapi saya tidak ingin diteriaki dan dinasehati dengan makian."
Cacian, makian dan nasehat -yang sebenarnya adalah penghakiman- sungguh sangat melukai hati mereka. Tidak sedikit orangtua yang seperti itu. Banyak dari mereka berpikir bahwa dengan bersikap kejam, anak akan patuh.
Juga beberapa hari lalu, salah seorang muridku berceletuk pada temannya, "Ayahku galak! Jangankan meriksa PR-ku, nanya aku ada PR atau tidak aja nggak pernah." See? Sebegitu inginnya mereka diperhatikan. Saat mereka minta perhatian, tak jarang yang diterima malah bentakan.
Memang aku belum menjadi orangtua, belum merasakan betapa sakit dan lelahnya mengurus anak seperti yang dikatakan orang-orang. Tapi aku juga sakit mendengar keluhan dan curahan hati beberapa anak didikku, bahkan sampai ada yang mau bunuh diri.
Apa tidak lebih bagus berbicara dengan lembut? Berbicara dengan hati? Tentu saja dibarengi dengan penegasan. Bukan lembut untuk kemudian bisa diperlakukan seenaknya seperti dalam kasus-kasus kriminal yang dilakukan anak terhadap orangtua.
Jika sekarang sudah menjadi orangtua atau akan menjadi orangtua, kiranya bisa lah kita belajar bagaimana Luqman memperlakukan dan menasehati anaknya dengan cara yang santun.
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya, "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S Luqman: 13)
(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S Luqman 16-19)
Bijak, lembut, berwibawa dan penuh penegasan sekali, bukan?
Aku tau apa yang kutulis tidak semudah apa yang aku pikirkan karena memang aku sendiri belum menjadi orangtua yang mengurusi banyak anak. Tapi dari kasus-kasus dan cerita-cerita yang ada, bisa lah sedikit belajar.
Sebagai manusia biasa, tentu kita tidak sepenuhnya mampu ber-akhlaq sebagaimana akhlaq dalam Al-Qur'an. Dalam hal-hal sederhana saja kadang sulit, konon dalam hal-hal besar. Jika pun ada, pasti lah mereka orang-orang yang terpilih.
Dan terakhir, nasehatku pada diri sendiri, yang masih bocah dan belum menjadi orangtua ini:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu." (Q.S Luqman: 14)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
:') terima kasih sudah mengingatkan
BalasHapus