“Selamat ya, Dik, walaupun hanya event kecil Kakak tahu kau sangat senang. Terus berkarya, ya, Kakak orang pertama yang selalu mendukungmu dalam hal kepenulisan” jelasnya panjang lebar sambil memelukku.
Jumat, 11 Oktober 2019
C E R P E N
Aku suka nulis, tapi isinya suka absurd. Malah lebih sering nulis sesuatu yang nggak bermanfaat bahkan buat diri sendiri. Wkwkwk. Untuk cerita pendek sendiri, yang kata orang lebih mudah dibuat, bagiku malah terasa sulit. Sulit banget. Aku sempat bongkar-bongkar file dan ketemu sama salah satu cerpen yang pernah kuikuti di sebuah event yang diadain di grup kepenulisan di Facebook. Jadi, ini dia. :D Ini cerpenku yang kutulis tahun 2015.
Terima
Kasih, Kak!
Aku masih saja memandangi benda yang menurutku aneh dan
tak berharga ini dengan penuh keheranan.
“Maksud Kak
Muchtar apa sih? Apa Dia
pura-pura tidak tahu kalau aku benci buku?” gerutuku dalam hati.
Ya, hari ini tepatnya pada tanggal 17 Maret adalah ulang
tahun-ku yang ke-17. Ini kali pertama kamarku dipenuhi dengan berbagai macam kado
dari sanak saudara maupun teman-teman disekolah. Hari jadi ini tidak kurayakan,
hanya saja teman-teman mengatakan ini sebuah kejutan. Ahh, aku hampir lupa, Ibu dan Ayah juga
memberiku kado. Ibu memberiku tas ransel yang selama ini aku minta padanya
dengan nada memelas. Ayah memberiku sepatu yang warna dan coraknya sangat mirip
dengan sepatu milik sepupuku,hanya beda ukuran.
Benda ini, lagi-lagi ia menarik perhatianku. Aku memang
tidak menyukainya, hanya saja aku terkejut saat tahu bahwa benda ini adalah
kado ulang tahun dari Kak Muchtar untukku. Kak Muchtar adalah kakakku, sekarang
ini Ia sedang melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah.Dan satu lagi, Ia
sangat suka menulis dan membaca. Jauh berbeda denganku yang hanya suka bermain
game dan kumpul bersama teman-teman sekolah. Aku ingin Kak Muchtar memberiku kado yang
menurutku lebih bermanfaat, seperti handphone baru, laptopku yang lama diganti
dengan yang baru atau pun hal lainnya yang berkaitan dengan elektronik. Tapi
pada kenyataannya Kak Muchtar tidak memberi apa yang kuharapkan.
Aku langsung menemui Kak Muchtar yang sedang
asik membaca buku diruang tamu.
“Kak,kenapa
sih kakak harus kasih kado ini ke Nazwa?” tanyaku sambil menunjukkan buku
pemberiannya.
“Nazwa
kan mau jadi penulis, selain menulis seorang penulis itu harus banyak membaca.
Dan minggu ini harus selesai baca bukunya, ya?”
Aku tak langsung menjawab, aku masih sibuk
berpikir tentang kapan dan dimana aku mengatakan kepada Kak Muchtar kalau aku
ingin jadi penulis.
“Kamu
jangan pura-pura lupa ya, kamu sendiri yang bilang sama Kakak kalau kamu ingin
jadi penulis. Kalau tidak salah kamu bilang seperti itu dua minggu yang lalu”
jelas Kak Muchtar yang seakan-akan tau pikiran yang melayang-layang di otakku.
“Oh iya Nazwa ingat, tapi kan Kakak tahu
kalau Nazwa tidak suka baca buku,” protesku.
“Maka dari itu mulai sekarang harus rajin
baca buku!” sarannya.
“Tapi kenapa harus selesai dibaca minggu ini
kak?” tanyaku tanpa memperdulikan sarannya.
“Iya karena Kakak mau memberimu hadiah lagi
kalau kamu sudah menyelesaikan bacaanmu”
“Seperti sesuatu yang dipaksakan saja!”
jelasku sekenanya.
“Bukankah orang bijak bilang, paksalah dirimu
sampai kau lupa jika kau sedang dipaksa? Nah, begitu juga dalam hal membaca,
sekarang ini mungkin kamu malas tapi Kakak percaya suatu saat kalau hanya
dengan membaca satu buku dalam satu minggu membuatmu merasa tidak puas.”
Aku mengerti maksud Kak Muchtar, tapi sungguh
membaca adalah hal yang paling membosankan bagiku. Namun, agar jawabanku tidak
membuatnya merasa kecewa maka aku katakan saja kalau aku akan melakukan
sarannya.
“Ya sudah, nanti Nazwa akan menyelesaikan
bacaan dari buku yang Kakak berikan ini. Terimakasih ya, Kak”
“Nah begitu dong.”
Aku berlalu meninggalkan Kak Muchtar dan
masuk ke kamarku.
“Jika yang dikatakan
Kak Muchtar benar bahwa seorang penulis juga harus banyak membaca, aku akan
melakukannya” gumamku dalam hati.
Aku memang ingin menjadi seorang penulis,
mungkin karena sebulan yang lalu Ine, teman sekolahku, meminjamkanku novel yang
Ia bilang sangat bagus isinya. Benar saja,dari gaya bahasa dan penulisannya
serta arah cerita yang mudah dipahami membuatku ingin menjadi penulis seperti
pengarang novel fiksi itu.
Maka langsung saja aku ambil buku pemberian
Kak Muchtar yang telah aku letakkan bersamaan dengan buku-buku pelajaranku
di sekolah. Judulnya memang menarik, “Metode Mudah Menulis Puisi Bagi Pemula”.
Bagiku ini adalah jenis buku berat yang sulit dipahami segala penjelasannya.
“Kalau ada yang tidak mengerti tanyakan saja
pada kakak, ya?” tegur Kak Muchtar yang ternyata berdiri di depan pintu kamarku
sejak tadi.
“Kak, langsung praktiknya saja gimana?”
tanyaku tanpa mengatakan terimakasih atas bantuan yang Ia tawarkan padaku tadi.
“Harus dibaca dulu dong” jawabnya dengan
senyuman.
“Sambil dipraktikkan saja kak agar tidak
lupa teorinya”
Sebenarnya aku memberikan alasan agar tidak
membaca buku ini terlalu serius.
“Baiklah, kita mulai dari bab pertama, ya?”
Awalnya aku sangat bingung dengan isi buku
ini, namun akhirnya aku mulai tertarik. Ka Muchtar selalu bersedia menjawab
pertanyaan-pertanyaanku perihal buku ini. Entahlah, apa ini terlalu cepat? Tapi
sepertinya aku memang mulai menyukai buku. Aku juga suka meminta Ka Muchtar
untuk membelikanku buku. Buku yang berkaitan dengan puisi tentunya. Pernah, Kak
Muchtar menyarankan agar aku tidak fokus pada satu buku saja, Ia menyuruhku
membaca buku-buku lain selain yang berkaitan dengan puisi. Aku menerima
sarannya, namun ku akui di lemari belajarku kini telah banyak buku pemberian
dari Kak Muchtar terutama buku yang berkaitan dengan puisi.
Sejak saat itu aku suka menulis puisi. Kak
Muchtar selalu memotivasiku, mengoreksi hasil karyaku, memberiku saran-saran
hebat darinya. Menurutku kado yang diberikan Kak Muchtar merupakan kado
terindah karena sangat membawa manfaat bagiku. Sebulan setelah hari ulang
tahun-ku, Kak Muchtar memberitahuku bahwa ada suatu situs yang menyelenggarakan
perlombaan menulis. Dalam perlombaan itu terdapat beberapa bagian seperti;
lomba menulis cerpeN, puisi, karya ilmiah, dan artikel. Tentu saja aku mengambil
lomba menulis puisi. Karena batas akhir pengiriman naskah bisa dikatakan cukup
lama, maka aku masih bisa bergonta-ganti judul yang menurutku paling menarik
dan tentu saja masih berkaitan dengan tema yang ditentukan.
“Kalau menurut kakak
judul ini lebih bagus untuk kamu kirim.”
Lagi-lagi Kak Muchtar memberiku saran atas
puisiku yang menurutnya –sebenarnya menurutku juga- bagus. Setelah semua
persyaratan dalam lomba menulis puisi ini selesai, aku langsung mengirimkan
naskahnya ke alamat e-mail yang sudah diinformasikan oleh penyelenggara.
Hanya butuh waktu seminggu untuk melihat
hasil karya-ku. Aku tidak peduli apakah karya-ku bisa menang atau tidak.
Ternyata karyaku mendapat urutan terbaik pertama meskipun tidak menjadi
pemenang pertama. Aku senang bukan kepalang, Kak Muchtar juga turut bahagia
dalam hal ini. Dia memberiku kado terindah lagi, buku. Kali ini buku itu agak
berbeda dan menurutku akan menjadi temanku yang kedua setelah puisi, yaitu
cerpen. Buku yang berjudul “Tips dan Trik Menulis Cerpen Dengan Mudah” sungguh
membuatku kegirangan. Aku berlari memeluk Ibu dan Ayah, mengatakan bahwa Aku
ingin menjadi penulis hebat, dan mereka setuju dengan hal itu. Kak Muchtar
menghampiriku, ahh kenapa bukan aku yang menghampirinya dan mengucapkan
terimakasih atas kepeduliannya kepadaku selama ini? Maafkan aku, Kak.
“Selamat ya, Dik, walaupun hanya event kecil Kakak tahu kau sangat senang. Terus berkarya, ya, Kakak orang pertama yang selalu mendukungmu dalam hal kepenulisan” jelasnya panjang lebar sambil memelukku.
“Selamat ya, Dik, walaupun hanya event kecil Kakak tahu kau sangat senang. Terus berkarya, ya, Kakak orang pertama yang selalu mendukungmu dalam hal kepenulisan” jelasnya panjang lebar sambil memelukku.
Aku sendiri tidak bisa berkata apa-apa, aku
malu karena pernah kecewa atas kado pemberian darinya, tapi Ia bilang,tidak apa-apa. Kini setelah aku cukup
mengerti dalam menulis puisi, aku akan belajar cara menulis cerpen. Saat ini
aku bersahabatkan buku, buku pemberian dari Kak Muchtar, Ibu, Ayah, dan buku
yang kubeli sendiri. Terima kasih atas kado terindah ini, Kak Muchtar.
Nah, it, Gaes. Gaje, kan? Hahaha.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Nice bgt ka cerpen nya😊😀
BalasHapusIni kisah penulis, kah? Rasa-rasanya kisah pribadi ini.. ehee
BalasHapus