body { margin:0; font-family:Droid Serif; background:#fafafa; line-height:1.5; cursor:default; } section { box-shadow:0 2px 5px rgba(0,0,0,0.2); background:#fff; width:60%; margin:100px auto; padding:50px; } blockquote { text-align:center; font-size:20px; border-top:1px solid #ccc; border-bottom:1px solid #ccc; position:relative; quotes: "\201C""\201D""\2018""\2019"; } blockquote:after { color:#ccc; font-family:Source Sans Pro; content: open-quote; font-size:80px; position:absolute; left:50%; bottom:calc(100% - 20px); background:#fff; height:55px; width: 55px; line-height:normal; text-align:center; transform:translateX(-50%); } blockquote p { padding:20px; }

Kamis, 03 Oktober 2019

Feeling Useless

Setiap manusia pasti pernah merasa bahwa dirinya sedang berada di titik terendah. Itu yang aku rasain kini. Aku merasa bukan prioritas siapa pun karena memang aku tidak pantas menjadi prioritas. Aku rasanya pengen nangis banget. Pernah suatu kali aku berpikir bahwa betapa enaknya jadi bapak yang telah tinggalkan dunia dan kami selama-lamanya. Pasti bapak nggak pernah lagi rasain sakit juga kecewa. Tapi setelah kupikir-pikir, mungkin dia akan lebih sedih dan kecewa di sana saat melihat anaknya menjadi seorang yang mudah berputus asa.

Aku berpikir bahwa apa yang kulakukan pada setiap orang tidak ada harganya. Tidak pernah dianggap. Hanya pemanis belaka. Tentu aku menolong bukan mengharap puji atau apalah namanya, tapi seringkali aku iri bahwa hal sederhana yang dilakukan seseorang justru mendapat perhatian besar bahkan diabadikan.

Hal yang buatku bertahan dari rasa sakit, terpuruk dan rendah diri adalah saat aku melihat ternyata masih banyak orang yang mengalami hal lebih berat dariku. Bahkan aku belum seberapanya. Namun, di sisi lain, saat aku juga melihat betapa bahagianya mereka yang selalu dikelilingi orang-orang yang menyayangi dan mengasihi. Sampai-sampai aku bingung, harus ke arah mana sebenarnya aku melihat?

Ketidakpedulian dan sikap acuh dari orang-orang yang selalu kuanggap sebagai prioritas benar-benar menyakiti hatiku. Aku sering bertanya pada diri sendiri apakah aku memang tidak pantas untuk siapa pun?

Kutahan semua bentuk pengabaian dan usiran halus dari orang-orang yang tidak menginginkanku. Mungkin sudah terlalu banyak, menggembung ia lalu pecah berantakan. Kembali aku mengingat firman-Nya bahwa tiap kesulitan ada kemudahan. Suatu hal yang selalu kuimani.

Medan, 3 Oktober 2019

9 komentar:

  1. Yaass baris terakhir adalah kuncinya ;) semangat kaak

    BalasHapus
  2. Yap, saya pun pernah mengalami ini, berasa di titik terpuruk, merasa tidak berguna. Hanya perlu membenahi hati dan diri.

    Semangat, Rahma. Cintai diri sendiri, raihlah cintaNYA, semoga senantiasa bahagia, yaa.. 😘😘😘

    BalasHapus
  3. Tetap bersyukur kak atas semua yang ada:)

    BalasHapus
  4. Semangaaat ya...setiap kita pasti pernah ada dititik terendah. Jangan pernah disesali, karena satu hari nanti itu yang akan jadi saksi perjuangan kita. Tetap berpikir positif, ya

    BalasHapus
  5. Semangat dear, kamu spesial lebih dari yang kamu tahu 😊 terus gali potensi diri, indahkan akhlak, perbaiki hubungan dengan Allah dan berbuat baik dengan sesama.. Maka kamu akan temukan kejutan setiap harinya 😊

    BalasHapus
  6. Semangat, Kak. Aku juga sering merasa kalo bukan prioritas dan cuma jadi pelarian orang, sedih bgt. Tapi untungnya sekarang aku sadar, itu cuma kesedihan belaka. Alhamdulillah sekarang banyak orang yg ada di sampingku dan membuatku merasa beruntung memiliki mereka. Sekali lagi semangat,Kakak pasti bisa melewati ini 😍😍😍

    BalasHapus
  7. jangan lupa luangkan waktu untuk nangis ya. jangan dipendam.

    BalasHapus
  8. Yang sedang brada di titik terendah, tetap semangat :)

    BalasHapus
  9. Iya Kak, selalu ingat dan percaya dengan Sang Pencipta. Pasti alan indah pada waktunya. Semangaat kak

    BalasHapus